Seperti kisah dalam buku Saga No
Gabai Bachan yang pernah kuceritakan dengan judul Miskin yang Ceria
Kali ini aku sungguh melihat sendiri
perjuangan dan semangat seorang Nenek dalam menjalani hidupnya.
Beberapa Minggu lalu, aku melihat
seorang Nenek penjual peyek keliling yang sangat tua.
Belum lama aku tau bahwa namanya
adalah Nenek Saonah, lahir tahun 1929 Ia begitu bangga mengucapkan tahun lahirnya
seolah testimoni rasa syukurnya pada ku untuk umur yang luar biasa.
Diumur 83 tahun, Nenek Saonah
menjual peyek keliling dengan berjalan kaki sekitar perumahan.
Nenek Saonah memiliki 12 anak tapi
sayang 6 anaknya meninggal dunia. Sekarang nenek tinggal bersama cucunya
bernama Imam.
Rumah Nenek Saonah tidak begitu jauh
dari rumhaku, jadi jelas kalau setiap hari Nenek pasti lewat depan
rumahku.
Saat membeli peyek buatannya, Nenek
menceritakan tentang jaman perang.
Begaimana kekejaman Belanda dan Jepang
saat itu masih sangat jelas di matanya, bahkan tempat tempat
pembuangan orang Indonesia yang
disiksa waktu itu Nenek Saonah masih hafal.
Mungkin kau pernah dengar tentang Gedung
Juang di Tambun Bekasi?
Dengan semangat, Nenek Saonah
menceritakan bahwa gedung itu adalah tempat untuk menggantung orang-orang
Indonesia yang dianggap mata-mata oleh Jepang.
Aku baru tau soal itu, padalah
selama 3 tahun bersekolah di Cikarang dan setiap hari lewat Gedung tersebut.
Nenek Saonah, mengajarku tentang
semangat.
Semangat yang nyata dan sederhana.
Semangatnya luar biasa!
Semangat membuat peyek sendiri.
Semangat berjalan kaki.
Semangat menginspirasi, bahwa hidup
ini tentang antusiasme.
"Semangat adalah dasar segala
sesuatu. Dengan semangat, ada pencapaian. Tanpa semangat, hanya ada
alasan." - Henry Ford
Nenek Saonah, 83th |
Nenek Saonah dan Peyek |
Keliling menjual peyek |
Sabtu, 23 Juni 2012
11.41 WIB
0 comments:
Posting Komentar