HAM ( Hak Asasi Manusia)
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.
Menurut
undang-undang no 39 tahun 1999, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang
selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya
setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.
Hak-Hak Anak Dalam Undang-Undang Perlindungan
Anak dan Konvensi PBB Tentang Hak Anak
Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya (Undang-undang No. 39 Tahun 1999).
Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya (Undang-undang No. 39 Tahun 1999).
Tinggnya
angka pengaduan kekerasan terhadap anak, menunjukkan tanda bahwa lingkungan
anak yang seharusnya menjadi benteng perlindungan anak, saat ini justru menjadi
pelaku utamanya. Keluarga atau orang tua yang oleh UU Perlindungan Anak adalah
salah satu pilar penanggung jawab perlindungan anak ternyata telah gagal bahkan
menjadi pihak yang menakutkan bagi anak.
Ironisnya,
kasus-kasus kekerasan terhadap anak tersebut terjadi justru di lingkungan
terdekat anak, yakni rumah tangga, sekolah, lembaga pendidikan dan lingkungan
sosial anak. Sedangkan pelakunya adalah orang yang seharusnya melindungi anak,
seperti orang tua, paman, guru, bapak/ibu angkat, maupun ayah/ibu tiri.
Buruknya situasi anak mendorong perumusan intrumen hak
anak. Perumusan hak-hak anak mengalami proses dialogis yang panjang dan
melelahkan, yang kemudian pada tahun 1989 berhasil mengesahkannya menjadi suatu
konvensi PBB Hak Anak (United Nation’s Convention on the Rights of the Child.
KHA yang disahkan oleh Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan Resolusi 44/25pada tanggal 20
November 1989, dan mulai mempunyai kekuatan memaksa (entered in to force ) pada
tanggal 2 September 1990. KHA merupakan perjanjian internasional mengenai Hak
Azasi Manusia (HAM) yang mengintegrasikan hak sipil dan politik (political
and civil rights), secara bersamaan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan
budaya (economic, social and cultural rights). Kehadirannya mengesampingkan
dikotomisasi antara hak sipil dan politik sebagai generasi pertama HAM dengan
dengan hak ekonomi, sosial dan budaya yang dikenal generasi kedua HAM. Hingga
kini, kemajuan ratifikasi KHA ini menggembirakan, karena jika dibandingkan
dengan instrumen HAM lainnya, KHA telah di ratifikasi oleh paling banyak
anggota PBB. Menurut informasi mutahir, kini KHA telah diratifikasi 191 negara.
Indonesia sebagai negara
peserta anggota PBB telah mengikatkan dirinya secara hukum (legally binding)
dengan meratifikasi KHA pada tahun 1990.4 Jika dibandingkan dengan
negara-negara lainnya, Indonesia termasuk negara peserta yang progresif dengan
meratifikasi KHA pada tahap awal, kendatipun dengan melakukan reservasi atas 7
pasal yang dinilai hak yang dasar bagi anak.
Langkah hukum ratifikasi ini dilakukan dengan berdasarkan
Keputusan Presiden (Keppres) No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan
Peratifikasian Konvensi Hak Anak.5 Oleh karena itu sejak tahun 1990, dengan
segala konsekwensinya maka Indonesia terikat secara hukum untuk melaksanakan
hak-hak anak.
Perlu digarisbawahi kemungkinan terjadinya diskriminasi
anak yang membutuhkan perlindungan khusus, anak tidak beruntung atau kelompok
anak-anak yang beresiko, misalnya anak cacat (disabled children), anak
pengungsi (refugee children). Pasal-pasal tertentu KHA menyediakan
bentuk-bentuk perlindungan khusus bagi anak yang cenderung mengalami
diskriminasi. Sebab, diskriminasi adalah akar berbagai bentuk eksploitasi
terhadap anak. Acuan terhadap diskriminasi dapat pula dikutip dari Pasal 1
Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial,
yang memberikan definisi atas “racial discrimination”, sebagai berikut:
“any distinction, exclusion, restriction or preference base on race, colour,
descent or national ethnic origin wich has the purpose or effect of nullifying
or impairing the recognition, enjoyment or exercise, on an equal footing, of
human rights and fundamental freedoms in the political, economic, social,
cultural or any other field of public life”.
Dalam hukum nasional, pengertian diskriminasi dapat diperoleh dari Pasal 1 butir 3 UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi sebagai berikut:
Dalam hukum nasional, pengertian diskriminasi dapat diperoleh dari Pasal 1 butir 3 UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi sebagai berikut:
“Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan,
atau pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan
manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan status sosial,
status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan, politik, yang berakibat
pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau
penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik
individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya
dan aspek kehidupan lainnya”.
Materi substantif hak anak
dalam KHA dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori, yaitu:
1)
Hak terhadap Kelangsungan Hidup (survival
rights), yaitu hak-hak anak dalam Kovensi Hak Anak yang meliputi hak-hak
untuk melestarikan dan mempertahankan hidup (the rights of life) dan hak
untuk memperoleh standard kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya
(the rights to higest standart of health and medical care attaniable).
2)
Hak terhadap Perlindungan (protection rights), yaitu hak-hak anak dalam
Konvensi Hak Anak yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, tindak
kekerasan dan penerlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga bagi
anak-anak pengungsi.
3)
Hak untuk Tumbuh Kembang (development rights), yaitu hak-hak anak dalam
Konvebsi Hak Anak yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal dan non
formal) dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan
fisik, mental, spritual, moral dan sosial anak.
4) Hak untuk Berpatisipasi (participation
rights), yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak anak
untuk menyatakan pendapat dalam segalla hal mempengaruhi ana (the rights of
a child to express her/his views in all metter affecting that child ).
Melindungi anak adalah menginvestasikan masa depan. Untuk
mereka kita mesti menyiapkan hari ini. Saat ini tumbuhnya sedang tumbuh, dan
kerusakan sedikit dalam pertumbuhan anak mengakibatkan dampak yang nyata bagi
anak.
Daftar Pustaka:
0 comments:
Posting Komentar